Peristiwa memilukan kembali dialami pekerja asal Indonesia yang mengadu nasib sebagai pembantu rumah tangga (PRT) di luar negeri. Kali ini terjadi di Arab Saudi.
Di mata majikan, Sumiati binti Salan Mustapa tampaknya tidak lagi dipandang sebagai manusia. Perempuan 23 tahun itu berkali-kali menerima siksaan hebat. Kasus ini mendapat perhatian besar di tanah air setelah suatu media massa di Arab Saudi akhir pekan lalu memberitakan nasib Sumiati.
Harian The Saudi Gazzette mengungkapkan, sejak mulai bekerja pada 23 Juli 2010, Sumiati kerap menerima penyiksaan dari istri dan anak majikannya. Saat ini, Sumiati sedang dirawat di Rumah Sakit King Fadh di Kota Madinah. Lukanya sangat parah, sampai-sampai bibir bagian atasnya hilang, seperti luka gunting.
Di mata majikan, Sumiati binti Salan Mustapa tampaknya tidak lagi dipandang sebagai manusia. Perempuan 23 tahun itu berkali-kali menerima siksaan hebat. Kasus ini mendapat perhatian besar di tanah air setelah suatu media massa di Arab Saudi akhir pekan lalu memberitakan nasib Sumiati.
Harian The Saudi Gazzette mengungkapkan, sejak mulai bekerja pada 23 Juli 2010, Sumiati kerap menerima penyiksaan dari istri dan anak majikannya. Saat ini, Sumiati sedang dirawat di Rumah Sakit King Fadh di Kota Madinah. Lukanya sangat parah, sampai-sampai bibir bagian atasnya hilang, seperti luka gunting.
Sumiati merupakan TKI yang berasal dari Dusun Jala, Kecamatan Huu, Kabupaten Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat. Dia berangkat ke Arab Saudi melalui PT Rajana Falam Putri dan tiba di Arab Saudi pada 18 Juli 2010.
Penyiksaan Sumiati itu turut membuat prihatin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia lalu memerintahkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan para pejabat lain yang terkait agar serius menangani kasus Sumiati.
Penanganan itu termasuk dalam hal perawatan medis ataupun advokasi hukum. Khusus untuk upaya hukum terhadap majikan Sumiati, Yudhoyono minta agar hukum tidak dikaburkan. "Saya dengar ada upaya pengaburan. Jangan sampai hal ini terjadi. Saya ingin hukum ditegakkan," kata Yudhoyono sebelum Rapat Terbatas bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Kantor Presiden, Selasa 16 November 2010.
Presiden meminta agar tim diplomasi Kementerian Luar Negeri memberikan bantuan total kepada TKW yang baru tiga bulan berada di Arab Saudi itu. "Segera kirim tim agar yang bersangkutan dapat perawatan medis terbaik," ucap Yudhoyono sambil meminta agar kasus penyiksaan terhadap TKI tidak terjadi lagi.
Pihak keluarga menuntut pertanggungjawaban sponsor yang memberangkatkan Sumiati. Sementara pihak rumah sakit merekomendasikan agar Sumiati menjalani operasi plastik.
Penanganan itu termasuk dalam hal perawatan medis ataupun advokasi hukum. Khusus untuk upaya hukum terhadap majikan Sumiati, Yudhoyono minta agar hukum tidak dikaburkan. "Saya dengar ada upaya pengaburan. Jangan sampai hal ini terjadi. Saya ingin hukum ditegakkan," kata Yudhoyono sebelum Rapat Terbatas bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Kantor Presiden, Selasa 16 November 2010.
Presiden meminta agar tim diplomasi Kementerian Luar Negeri memberikan bantuan total kepada TKW yang baru tiga bulan berada di Arab Saudi itu. "Segera kirim tim agar yang bersangkutan dapat perawatan medis terbaik," ucap Yudhoyono sambil meminta agar kasus penyiksaan terhadap TKI tidak terjadi lagi.
Pihak keluarga menuntut pertanggungjawaban sponsor yang memberangkatkan Sumiati. Sementara pihak rumah sakit merekomendasikan agar Sumiati menjalani operasi plastik.
***
Lembaga pejuang hak-hak pekerja Indonesia di luar negeri, Migrant Care, menilai bahwa terungkapnya kasus penganiayaan keji terhadap Sumiati menunjukkan pembiaran terhadap berbagai kekerasan dan pelanggaran HAM atas PRT migran.
"Tidak hanya kali ini saja, sudah terlalu banyak PRT Migran kita yang menjadi korban, namun pemerintah tidak menganggap ini sebagai persoalan serius yang menuntut perhatian dan tindakan kongkret agar tidak lagi ada korban yang berjatuhan," kata Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care dalam pernyataan resmi lembaga itu, Minggu 14 November 2010.
Kasus ini menunjukkan belum adanya kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi mengenai perjanjian (MoU) tentang perlindungan PRT migran asal Indonesia seperti Sumiati. Padahal, absennya proteksi hukum bagi buruh migran membuka ruang lebar untuk berbagai kekerasan dan pelanggaran terhadap mereka. Apalagi, menurut Migrant Care, kedua negara juga sama-sama belum mengakui konvensi ILO untuk perlindungan PRT.
Maka lembaga itu menuntut pemerintah RI harus segera mengirim nota protes diplomatik kepada Arab Saudi sebagai bentuk protes terhadap kebiadaban majikan Sumiati yang melewati koridor kemanusiaan sekaligus mengawal kasus ini untuk segera diproses melalui jalur hukum, dan memastikan tidak ada proses di luar itu.
Pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia juga harus menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk segera mengambil langkah kongkret bagi perlindungan PRT migran melalui pembentukan MoU yang mencerminkan prinsip-prinsip HAM dan decent work (kerja layak). Kemenakertrans RI juga dituntut melakukan investigasi terhadap proses penempatan Sumiati ke Saudi Arabia, yang diduga kuat menjadi korban sindikat trafficking atau penyelundupan manusia.
Pemerintah, melalui Kementrian Luar Negeri (Kemlu), pernah mengungkapkan hambatan yang sering ditemui dalam soal perlindungan WNI atau pekerja migran di luar negeri.
Mantan Direktur Perlindungan WNI dari Kemlu, yang kini menjadi Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Teguh Wardoyo, dalam wawancara yang dimuat VIVAnews beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa di beberapa negara tujuan penempatan, pekerja asing yang bergerak di sektor informal tidak dilindungi oleh Hukum Perburuhan atau Ketenagakerjaan setempat.
Selain itu, minimnya pendidikan sebagian besar TKI yang bergerak di sektor informal membuat mereka kerap tidak memahami hak-hak yang ada di perjanjian kerja.
"Masalah rendahnya pendidikan TKI merupakan pemicu berbagai masalah yang timbul di luar negeri. TKI kerap tidak bisa membaca dan menulis, akibatnya mereka tidak tahu bahwa identitas mereka dipalsukan di paspor, tidak paham isi kontrak, dan tidak dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi kerja di luar negeri yang berbeda dengan di Indonesia," kata Wardoyo.
"Yang terparah adalah mereka tidak dapat membela diri ketika mengalami eksploitasi, baik oleh majikan maupun agen. Jika TKI yang dikirimkan setidaknya berpendidikan minimal SMA, dengan dasar pendidikan yang memadai tentunya kompetensi mereka akan jauh lebih baik," lanjut Wardoyo.
***
Demi mencegah munculnya kasus serupa seperti yang dialami Sumiati, maka pemerintah Indonesia diharapkan menerapkan langkah yang sama saat menghadapi Malaysia tahun lalu, yaitu menangguhkan pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi dan memaksa mereka untuk berunding membuat perjanjian yang menjamin perlindungan dan hak-hak para pekerja.
Selain Arab Saudi, Malaysia pun dikenal sebagai salah satu tujuan utama pengiriman pekerja migran - khususnya di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga. PRT asal Indonesia pada akhirnya memberi pengaruh yang cukup signifikan bagi negara tempat mereka bekerja.
Malaysia kini tampak kesulitan mendapatkan tenaga baru untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT) sejak Indonesia menghentikan ekspor PRT ke Negeri Jiran tahun lalu. Menurut laman harian The Star, Selasa 16 November 2010, para agen penyalur PRT mengaku kesulitan untuk mendatangkan PRT asing sejak Indonesia membekukan pengiriman PRT Juni tahun lalu, menyusul banyaknya kasus penganiayaan dan perlakuan yang tidak pantas yang diterima pekerja dari negeri ini.
"Kita terpaksa menolak permintaan PRT dari konsumen karena kekurangan tenaga," kata Raja Zulkepley Dahalan, direktur Agensi Pekerjaan Haz Bhd, kepada The Star.
Sambil menunggu perundingan antara Indonesia dan Malaysia untuk membuat perjanjian yang menjamin perlindungan dan hak-hak PRT dari Indonesia, para agen lalu melirik negara-negara lain sebagai alternatif, diantaranya Kamboja. Direktur Agensi Pekerjaan Sri Nadin Sdn Bhd, Fiona Low, mengungkapkan bahwa banyak agen kini berpaling ke Kamboja sebagai sumber penyedia PRT karena sementara ini merupakan alternatif terbaik.vivanews.com
"Tidak hanya kali ini saja, sudah terlalu banyak PRT Migran kita yang menjadi korban, namun pemerintah tidak menganggap ini sebagai persoalan serius yang menuntut perhatian dan tindakan kongkret agar tidak lagi ada korban yang berjatuhan," kata Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care dalam pernyataan resmi lembaga itu, Minggu 14 November 2010.
Kasus ini menunjukkan belum adanya kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi mengenai perjanjian (MoU) tentang perlindungan PRT migran asal Indonesia seperti Sumiati. Padahal, absennya proteksi hukum bagi buruh migran membuka ruang lebar untuk berbagai kekerasan dan pelanggaran terhadap mereka. Apalagi, menurut Migrant Care, kedua negara juga sama-sama belum mengakui konvensi ILO untuk perlindungan PRT.
Maka lembaga itu menuntut pemerintah RI harus segera mengirim nota protes diplomatik kepada Arab Saudi sebagai bentuk protes terhadap kebiadaban majikan Sumiati yang melewati koridor kemanusiaan sekaligus mengawal kasus ini untuk segera diproses melalui jalur hukum, dan memastikan tidak ada proses di luar itu.
Pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia juga harus menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk segera mengambil langkah kongkret bagi perlindungan PRT migran melalui pembentukan MoU yang mencerminkan prinsip-prinsip HAM dan decent work (kerja layak). Kemenakertrans RI juga dituntut melakukan investigasi terhadap proses penempatan Sumiati ke Saudi Arabia, yang diduga kuat menjadi korban sindikat trafficking atau penyelundupan manusia.
Pemerintah, melalui Kementrian Luar Negeri (Kemlu), pernah mengungkapkan hambatan yang sering ditemui dalam soal perlindungan WNI atau pekerja migran di luar negeri.
Mantan Direktur Perlindungan WNI dari Kemlu, yang kini menjadi Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Teguh Wardoyo, dalam wawancara yang dimuat VIVAnews beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa di beberapa negara tujuan penempatan, pekerja asing yang bergerak di sektor informal tidak dilindungi oleh Hukum Perburuhan atau Ketenagakerjaan setempat.
Selain itu, minimnya pendidikan sebagian besar TKI yang bergerak di sektor informal membuat mereka kerap tidak memahami hak-hak yang ada di perjanjian kerja.
"Masalah rendahnya pendidikan TKI merupakan pemicu berbagai masalah yang timbul di luar negeri. TKI kerap tidak bisa membaca dan menulis, akibatnya mereka tidak tahu bahwa identitas mereka dipalsukan di paspor, tidak paham isi kontrak, dan tidak dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi kerja di luar negeri yang berbeda dengan di Indonesia," kata Wardoyo.
"Yang terparah adalah mereka tidak dapat membela diri ketika mengalami eksploitasi, baik oleh majikan maupun agen. Jika TKI yang dikirimkan setidaknya berpendidikan minimal SMA, dengan dasar pendidikan yang memadai tentunya kompetensi mereka akan jauh lebih baik," lanjut Wardoyo.
***
Demi mencegah munculnya kasus serupa seperti yang dialami Sumiati, maka pemerintah Indonesia diharapkan menerapkan langkah yang sama saat menghadapi Malaysia tahun lalu, yaitu menangguhkan pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi dan memaksa mereka untuk berunding membuat perjanjian yang menjamin perlindungan dan hak-hak para pekerja.
Selain Arab Saudi, Malaysia pun dikenal sebagai salah satu tujuan utama pengiriman pekerja migran - khususnya di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga. PRT asal Indonesia pada akhirnya memberi pengaruh yang cukup signifikan bagi negara tempat mereka bekerja.
Malaysia kini tampak kesulitan mendapatkan tenaga baru untuk menjadi pembantu rumah tangga (PRT) sejak Indonesia menghentikan ekspor PRT ke Negeri Jiran tahun lalu. Menurut laman harian The Star, Selasa 16 November 2010, para agen penyalur PRT mengaku kesulitan untuk mendatangkan PRT asing sejak Indonesia membekukan pengiriman PRT Juni tahun lalu, menyusul banyaknya kasus penganiayaan dan perlakuan yang tidak pantas yang diterima pekerja dari negeri ini.
"Kita terpaksa menolak permintaan PRT dari konsumen karena kekurangan tenaga," kata Raja Zulkepley Dahalan, direktur Agensi Pekerjaan Haz Bhd, kepada The Star.
Sambil menunggu perundingan antara Indonesia dan Malaysia untuk membuat perjanjian yang menjamin perlindungan dan hak-hak PRT dari Indonesia, para agen lalu melirik negara-negara lain sebagai alternatif, diantaranya Kamboja. Direktur Agensi Pekerjaan Sri Nadin Sdn Bhd, Fiona Low, mengungkapkan bahwa banyak agen kini berpaling ke Kamboja sebagai sumber penyedia PRT karena sementara ini merupakan alternatif terbaik.vivanews.com
0 komentar:
Posting Komentar