Sebagai warga Kabupaten Tuban, saya merasa sangat bangga dengan berbagai perubahan yang terjadi di Kota ini. Terutama, dalam segi pembangunan yang sedemikian pesat jika dibandingkan dengan belasan tahun silam.
Ya, hampir seluruh jalan yang ada di Bumi Ronggolawe ini telah beraspal dengan kualitas terbaik. Bahkan, trotoarnya juga hampir semuanya lebih mengkilat dari alas rumah sebagian besar warganya.
Keramik berwarna merah kekuningan itu menghiasai pinggiran sepanjang jalan di kawasan kota sampai ke pelosok-pelosok desa. Kontras memang jika dibandingkan dengan beberapa gubuk bambu tempat tinggal warga yang berdiri di pinggiran jalan. Namun, itulah kemajuan paling menonjol di tanah kelahiranku ini.
Jika mau dibandingkan dengan beberapa kabupaten lain, atau bahkan dengan Surabaya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur, saya tidak yakin ada infrastruktur jalan melebihi Kabupaten Tuban.
“Kalau soal jalan, memang Tuban yang paling bagus di Jawa Timur,” kata-kata ini hampir selalu saya dengar dari sebagian teman di daerah lain saat bertemu di dalam berbagai kesempatan. Sekali lagi, sebagai warganya, saya patut bangga dengan predikat ini.
Dan tak hanya saya, banyak warga lain di kota yang juga dikenal dengan sebutan Kota Wali ini mengaku senang dengan kondisi jalan yang semuanya bagus dan trotoar yang mewah.
Tapi, apakah semuanya berpendapat demikian?, ternyata tidak. Sebagian kalangan juga menganggap bahwa mewahnya trotoar ini merupakan sebuah pemborosan keuangan daerah. Mereka mengatakan bahwa uang untuk pembangunan trotoar itu bakalan lebih bermanfaat jika dialihkan untuk biaya pendidikan, penanganan bencana atau untuk hal-hal yang lebih dubutuhkan di masyarakat kalangan bawah.
Mereka mencontohkan tentang pentingnya penanganan bencana banjir saat musim hujan, kekerungingan ketika kemarau melanda dan banyaknya warga yang masih buta huruf serta menumpuknya pengangguran di kota yang juga terkenal dengan sebutan Kota Towak ini.
“Lihat saja itu, banyak sekali perusahaan berskala besar berdiri di Tuban. Tapi, pekerja-pekerja di dalamnya didominasi orang luar. Warga Tuban hanya sebagai buruh atau pekerja kasar di sana karena keterbatasan SDM,” keluh salah satu teman aktivis.
Tanggal 12 November 2010 Tuban menginjak usainya yang sudah cukup tua, 717 tahun. Apakah kemajuan hanya akan berkutat di bidang infratruktur jalan dan trotoar saja, tentu tidak. Tuban kedepan harus lebih maju dalam segala aspek dan segala bidang.
Selamat Ulang Tahun kotaku, semoga jaya selalu !!!
0 komentar:
Posting Komentar