skip to main | skip to sidebar

9/12/2011

Sumur Peninggalan Sunan Bejagung (2)

  • Sumber Penghidupan di Kala Musim Kekeringan



Selain kasiat yang banyak terkandung di dalamnya, sumur peninggalan Sunan Bejagung yang tak pernah surut airnya juga merupakan wujud penanganan kekeringan yang dilakukan sang Sunan sejak dahulu kala. 


Sumur peninggalan yang berada di sebelah makam Sunan Bejagung di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Tuban memang berbeda dengan sumur lainnya. Sumur ini tak pernah surut airnya meski sejumlah sumber air lainya mengalmi kekeringan di musim kemarau yang panjang.

Diyakini warga setempat, sumur berbentuk persegi empat dengan kedalaman 25 meter itu memiliki tingkat kekeramatan kelas wahid. Tatanan batu di dinding sumur juga masih asli, demikian pula dengan alat angkat air yang bertengger di atasnya. Terbuat dari kayu jati yang dibentuk empat persegi untuk menarik tali yang diujungnya ditambat timba.

Yang hingga kinipun, kondisinya sama seperti saat pertama kali dibuat. “Kami tidak berani merubah bentuk kerekan timba, karena sudah diwanti-wanti Mbah Sunan Bejagung agar tidak merubah keaslian tinggalannya,” kata Rawan, 67, salah satu penjaga makam Sunan Bejagung di sela kesibukanya melayani peziarah mengambil air di sumur itu.

Sumur berjarak 14 meter sebelah selatan makam Sunan Sunan Bjagung ini, menurut kisah Mbah Rawan, terbentuk karena tuah dari tongkat sakti sunan bernama asli Muhdin Asyari. Kala itu di wilayah Tuban dan sekitarnya tengah dilanda kemarau dan paceklik air. Saat akan melaksanakan Shalat Dhuhur sang Sunan kesulitan mencari air wudlu.

Dia perintahkan adeknya yang bernama, Pamor, untuk menancapkan tongkatnya ke atas tanah. Pamor kembali menemui saudaranya yang menunggu di bawah pohon Panggang. Tampak Muhdin Asyari komat-kamit merapal mantera. Kemudian bersama rombongannya mereka mengambil tongkat yang ditancapkan Pamor.

Begitu diangkat keluarlah air bersih meluber kemana-kemana. Dan saat itu pula, Muhdin Asyari dan pengikutnya membangun padepokan untuk syiar Islam di kawasan tersebut. Kemarau yang kering tak lagi menjadi kendala warga setempat, karena sumur tersebut seakan tidak pernah mau surut airnya.

Belakangan, air sumur tersebut juga menjadi rebutan. Warga dari berbagai daerah datang meminta air untuk dibawa pulang. Di samping untuk pengobatan, diyakini juga air sumur itu bisa dipakai untuk tumbal. ”Yang dating dan menginginkan air dari sumur ini banyak sekali. Sempat juga ada pejabat dari Jakarta datang meminta air, katanya untuk membersihkan tumbal di kantornya. Agar kantornya bisa tenang dan lancar,” kata Mbah Rawan.

Selaini itu, berbagai karomah lain air dari sumur peninggalan Sunan Bejagung ini juga selalu dimanfaatkan orang yang sedang berziarah ke sana. Mereka selalu mengmbil air ketika selesai bertahlil dan berdzikir di makam. *

0 komentar:

Posting Komentar